Monday, August 31, 2015

Fuad: Aneh Bos Pelindo Ngomong "I Make This Company Rich"

Fuad: Aneh Bos Pelindo Ngomong "I Make This Company Rich"

Suara.com - Bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier angkat bicara terkait statement Direktur Utama Pelindo II R. J. Lino yang yang mengatakan I make this company rich telah menyimpang dan tidak sesuai dari tujuan Pelindo II.

"Ini agak aneh ya, ketika dia (Lino) ngomong I make this company rich. Pelindo dibikin kaya di tangan Pak Lino dengan untung besar. Ini kan telah menyimpang dari tujuan adanya Pelindo. Pelindo ini untuk mengantarkan arus keluar masuknya barang dengan cepat, kenapa malah nyari untung," katanya di Jakarta Pusat, Minggu (30/8/2015).

Fuad menjelaskan tugas utama Pelindo bukan mencari untung besar dan memperkaya perusahaan pelabuhan tersebut. Menurutnya, Lino selaku bos Pelindo hanya bertugas memperlancar arus barang.

"Kan kalau mau memperkaya perusahaan itu, berarti telah menyimpang dari tugas utamanya. Jadi ini mohon kasus dwelling time ini segera diselesaikan, agar borok-boroknya dapat diselesaikan hingga tuntas," katanya. (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

Sebelumnya, Lino merasa tidak terima ketika kantornya digeledah penyidik Bareskrim tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Kata-kata tersebut dilontarkan kepada Menteri Bappenas Sofyan Djalil yang menelpon Lino usai penggeledahan.

Karena kesal dan merasa diperlakukan tidak adil, Lino mengungkapkan pernyataan I make this company rich kepada Sofyan Djalil.
"Tax Holiday" Seharusnya Tak Cuma Diberikan Pada Pengusaha Besar

"Tax Holiday" Seharusnya Tak Cuma Diberikan Pada Pengusaha Besar

Suara.com - Ekonom senior Emil Salim mengatakan pemberian insentif perpajakan seperti "tax holiday" sebaiknya tidak hanya diberikan bagi investor besar, namun juga kepada pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

"Bicara 'tax holiday', kenapa tidak diberikan kepada pengusaha UKM, padahal mereka juga terkena gejolak dan krisis," katanya dalam seminar nasional "Perekonomian Dari Masa ke Masa" di Jakarta, Senin.

Emil mengharapkan pemerintah memberikan perhatian kepada sektor riil serta UKM yang telah terbukti memiliki daya tahan, dibandingkan sektor finansial, serta membantu perekonomian Indonesia melewati masa krisis.

"'Tax holiday' masih memikirkan untuk (investor) atas, belum yang di bawah. Sebaiknya insentif finansial seperti itu tidak diberikan untuk proyek-proyek besar saja," ujarnya seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 159/PMK.010/2015 tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan sebagai insentif untuk pengembangan industri pionir. (Baca juga: Kursus Pajak Brevet A & B)

Peraturan itu merupakan revisi dari PMK nomor 130/PMK.011/2011 dan PMK nomor 192/PMK.011/2014 yang salah satu poinnya adalah adanya penambahan jumlah industri pionir di sektor manufaktur yang berhak mendapatkan insentif "tax holiday" Terkait pembangunan, mantan Menteri Perhubungan pada era Orde Baru ini juga mengingatkan pentingnya pemerataan di berbagai kawasan Indonesia, termasuk di wilayah perdesaan, yang selama ini akses transportasinya masih buruk.

"Belum ada strategi pembangunan untuk negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke, terutama di infrastruktur, pendidikan dan pangan. Gambaran makronya terlihat, pembangunan masih terpusat di Jawa, Sumatera, dan Bali," katanya.

Emil juga mengatakan rencana pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah saat ini ditentukan oleh lobi-lobi politik bukan karena kebutuhan yang mendasar untuk menyatukan konektivitas antarwilayah.

"Sekarang penciptaan proyek tidak lagi mengandalkan birokrasi tapi karena 'political interest'. Misalnya proyek kereta api cepat yang tidak tercantum dalam nota keuangan maupun rencana Bappenas. Ini logikanya darimana?" kata salah satu Begawan Ekonomi Indonesia itu.

Sunday, August 30, 2015

Pengamat: pemerintah dorong ekspor ke Timur Tengah

Pengamat: pemerintah dorong ekspor ke Timur Tengah

Manado (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara Dr Joubert Maramis mengatakan pemerintah harus mendorong ekspor ke Timur Tengah yang tidak mendapat dampak penguatan dolar Amerika Serikat.

"Melihat sebagian besar pelemahan mata uang asing di dunia terhadap dolar AS, maka pemerintah harus mencari jalan keluar tujuan baru ekspor Sulut," kata Joubert di Manado, Senin.

Joubert mengatakan negara-negara di Timur Tengah sangat potensial untuk menjadi tujuan ekspor Sulut, karena belum terkena imbas pengauatan dolar AS.

"Apalagi, ada beberapa negara di Timur Tengah yang sudah menjadi tujuan ekspor Sulut selama ini," jelasnya. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Pelemahan rupiah saat ini, katanya, memang sedikit mempengaruhi kinerja ekspor secara nasional apalagi ke Tiongkok yang menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia juga Sulut.

"Pemerintah harus jeli melihat kondisi ini, dan berusaha melakukan langkah antisipasi agar kinerja ekspor Sulut tidak terkena dampak pelemahan rupiah," jelasnya.

"Kurs rupiah yang mencapai Rp14.000 per dolar AS, sudah bahaya bagi perekonomian Indonesia karena perekonomian internasional, kita defisit pada transkasi barang dan modal," kata Joubert.

Kalau demikian, katanya, maka akan picu inflasi yang tinggi. Sebab Indonesia mengimpor banyak bahan baku maupun barang jadi dari luar negeri baik barang konsumsi maupun modal.

"Coba lihat kasus daging sapi, pengusaha importir akan berpikir rasional untuk menahan daging sapi atau menaikan harga daging sapi karena kurs tidak stabil," jelasnya.

Mereka takut jual karena beli kembali pasti lebih mahal karena kurs kita melemah. Kemudian efek dari harga tinggi daging sapi adalah naiknya daging subtitusi seperti ayam dan bahkan ikan.

Komoditas ekspor Sulut yang paling banyak saat ini yakni ptoduk turunan kelapa, pala dan perikanan.

Thursday, August 27, 2015

Ini Sektor Industri yang Berhak Mendapatkan Keringanan Pajak

Ini Sektor Industri yang Berhak Mendapatkan Keringanan Pajak

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 159/PMK‎.010/2015 mengenai perubahan ketentuan pemberian tax holiday atau keringanan pajak bagi industri-industri pionir.

Kebijakan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menarik investasi ke Indonesia demi meningkatkan daya saing industri Indonesia dalam menghadapi pasar bebas kedepannya.

Ada beberapa poin yang menjadi keunggulan dari PMK Nomor 159 ini jika dibandingkan dnegan PMK yang lama yaitu Nomor 192/PMK.011/2014 yang kebijakan mengenai pemberian tax holiday.

Pertama, ‎dalam PMK tax holiday sebelumnya, jangka waktu pemberian fasilitas diatur selama 5 tahun sampai dengan 10 tahun dan dapat diperpanjang dengan diskresi Menteri Keuangan. (Baca juga: Kursus Pajak Brevet A & B)

Di dalam PMK‎ yang baru, diatur bahwa fasilitas diberikan selama 5 sampai dengan 15 tahun dan dapat diberikan hingga 20 tahun dengan diskresi Menteri Keuangan.

Kedua, untuk industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi, rencana investasi ditturunkan menjadi paling sedikit Rp 500 miliar. Untuk industri tersebut yang memiliki rencana investasi sebesar Rp 500 miliar sampai dengan kurang dari Rp 1 triliun mendapatkan penguranagan maksimum sebesar 50 persen. Untuk rencana investasi lebih dari Rp 1 triliun, dapat diberikan pengurangan sebesar 100 persen.

Ketiga, sesuai dengan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PRSP), Wajib Pajak mengajukan permohonan fasilitas tax holiday kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Keempat, di dalam PMK yang bari ini, dalam hal permohonan fasilitas tax allowance, Wajib Pajak ditolak, Wajib Pajak diberikan fasilitas tax allowance sepanjang memenuhi cakupan bidang usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2015. (Baca juga: Pelatihan Cukai)

Kelima, cakupan industri dalam PMK yang baru ini diperluas, dari sebelumnya industri pionir hanya lima industri, kali ini menjadi sembilan industri.

Industri apa saja? Berikut rinciannya:

  • Industri logam hulu
  • Industri pengilangan minyak bumi
  • Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam
  • Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri
  • Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan
  • Industri telekomunikasi, informasi dna komunikasi
  • Industri transportasi kelautan
  • Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
  • Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Sunday, August 23, 2015

Kurangi Impor, 2.000 Sapi Betina Australia akan Diternak di Indonesia

Kurangi Impor, 2.000 Sapi Betina Australia akan Diternak di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memaksimalkan kerjasama Indonesia-Australia untuk ketahanan pangan di sektor daging merah dan ternak sapi. Hal ini bertujuan mendukung program pemerintah untuk menciptakan swasembada sapi.

Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan ada beberapa kesepakatan program antara Indonesia-Australia yang diharapkan berdampak konkret terhadap upaya penciptaan swasembada.

Guna mewujudkan rencana tersebut, Pemerintah Indonesia akan mendatangkan 2.000 ekor sapi indukan (heifers) dan 100 sapi pejantan (bull) asal Australia beserta peralatan pendukung dan tim teknis pendamping. (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

“Diharapkan dengan program ini, usaha di bidang pengembangbiakan sapi akan lebih menarik bagi investor karena tercipta model usaha baru yang lebih menguntungkan,” ujar Franky, Minggu (23/8/2015).

Franky menjelaskan, selama ini kegiatan pengembangbiakan sapi selalu dinilai kurang menarik oleh pengusaha. Terbatasnya lahan mengharuskan para pelaku usaha beternak dengan cara konvensional yakni sistem kandang yang memerlukan ongkos produksi tinggi dan turnover yang lebih lama dibandingkan usaha penggemukkan sapi.

Sementara model integrasi sapi-sawit dipercaya dapat mengurangi biaya pupuk bagi perkebunan kelapa sawit dan mengurangi ongkos produksi pakan dan perawatan bagi peternakan sapi.

"Jika program ini berhasil, maka dapat diduplikasi oleh pengusaha sawit lainnya sehingga dapat mendukung program ketahanan pangan pemerintah Indonesia atas daging sapi dan mengurangi ketergantungan impor.
7 Langkah Rizal Ramli Bereskan 'Dwell Time'

7 Langkah Rizal Ramli Bereskan 'Dwell Time'

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyiapkan tujuh langkah pemangkas masa tunggu barang (dwell time) di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Pembenahan itu meliputi perbaikan arus barang, sistem teknologi informasi, hingga pemberantasan mafia yang selama ini bermain," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (24/8/2015).

Ia mengatakan, dirinya dan tim sudah mempelajari masalah yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok. "Masalahnya memang cukup rumit. Terlalu banyak pihak yang berkepentingan. Insya Allah pekan depan kami mulai benahi. Dengan izin Allah dan kerja keras kita semua, Tanjung Priok bisa kita benahi hingga menjadi pelabuhan internasional yang efisien dan berdaya saing tinggi," katanya.

Rizal menuturkan, langkah pembenahan yang pertama adalah memperbanyak jalur hijau bagi barang-barang ekspor impor yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Untuk jalur merah bagi barang yang dicurigai bermasalah, akan ditekan sampai pada tingkat paling minimal.

Ia mengatakan, kementeriannya akan menjalin koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

"Kedua, yaitu dengan meningkatkan biaya denda bagi kontainer yang telah melewati masa simpan di pelabuhan," ucapnya.

Menurut dia, selama ini tarif denda yang berlaku sangat rendah, yaitu hanya Rp 27.500 per hari per kontainer seukuran 20 kaki.

Akibatnya, sebagian pengusaha lebih suka menyimpan barangnya di pelabuhan ketimbang membayar sewa gudang di luar pelabuhan yang jauh lebih mahal.

"Ketiga, kami akan membangun jalur rel kereta api sampai ke lokasi loading dan uploading peti kemas. Di negara-negara maju, akses jalur rel kereta api memang sampai ke pelabuhan," lanjutnya.

Menurut Rizal, dengan akses kereta api ke pelabuhan, maka arus barang akan lebih cepat dan murah serta mengurangi beban jalan dan kemacetan lalu lintas.

Kendati diakui rencana tersebut akan berbenturan dengan banyak pihak yang mengambil keuntungan, ia bertekad untuk tetap merealisasikan rencana itu.

"Sebab kalau kondisi sekarang dibiarkan berlanjut, maka Tanjung Priok akan terus didera persoalan yang sama dengan keruwetan dan kerumitan yang makin ekskalatif," imbuhnya. (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

Langkah selanjutnya (keempat), yaitu meningkatkan sistem teknologi informasi dalam pengelolaan terminal peti kemas.

Peningkatan sistem teknologi informasi dinilainya mempermudah pengusaha karena bisa dengan mudah mengetahui posisi peti kemas secara detil dan akurat. Dengan demikian, proses penanganan dan relokasi peti kemas bisa dilakukan dengan cepat dan murah.

"Kelima, sudah saatnya Tanjung Priok menambah kapasitas crane (derek). Jumlah yang ada saat ini sudah tidak memadai, sehingga kurang memberi daya dukung," katanya.

Keenam, Rizal juga mengatakan, perlu dilakukan penyederhaan peraturan dan perizinan yang berlaku di pelabuhan.

Untuk itu, pihaknya akan menjalin koordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Perdagangan, PT Pelindo II, Kementerian Pertanian, Badan Karantina, Ditjen Bea & Cukai, Kepolisian, TNI Angkatan Laut, dan lainnya.

"Ketujuh, yang tidak kalah penting, kami juga akan memberantas mafia yang selama ini bermain di pelabuhan. Mereka inilah yang secara langsung maupun tidak langsung telah membuat Tanjung Priok menjadi pelabuhan yang lamban, tidak efisien, dan berbiaya tinggi," ungkapnya.

Rizal juga mengaku tak gentar jika harus berhadapan dengan backing para mafia tersebut. "Saya sadar betul risikonya pasti ada. Saya siap menghadapi siapapun mereka. Itulah sebabnya saya menggandeng KSAL bahkan Panglima TNI untuk memberantas para mafia," ujarnya.

Sebelumnya, pada sidang kabinet pekan silam, Presiden Joko Widodo meminta Menko Kemaritiman untuk membenahi dwell time di Pelabuhan Tanjung Priok.

Presiden Jokowi menargetkan dwell time maksimal hanya empat hari sampai akhir Oktober 2015 dari sekitar enam hari saat ini. Di Singapura, waktu bongkar muat barang di pelabuhan hanya memerlukan satu hari sedangkan di Malaysia, berkisar dua-tiga hari.
BKPM Dorong Kawasan JIIPE Gresik Jadi Hub Logistik Singapura

BKPM Dorong Kawasan JIIPE Gresik Jadi Hub Logistik Singapura

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan menjadikan kawasan industri terintegrasi pelabuhan yang berlokasi di Gresik, Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) menjadi pusat aktivitas logistik untuk beberapa komoditas prioritas. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kegergantungan industri lokal terhadap bahan baku yang memiliki hub logistik di Singapura.

Kepala BKPM, Franky Sibarani berharap hal tersebut bisa mengurangi biaya logistik bahan baku industri sehingga biaya input produksi semakin efisien. Fasilitas sentra logistik itu, tambahnya, juga merupakan salah tujuan jangka panjang dengan dibangunnya pelabuhan JIIPE.

"Kami sedang berupaya untuk mefasilitasi kehadiran area yang didesain untuk pusat logistik di JIIPE. Dalam prosesnya, ini akan jadi semacam sistem yang bisa menarik logistik kita yang lebih aktif di Singapura. Sehingga nantinya, tak hanya daya saing industri kita yang terdorong tapi juga daya saing logistiknya," jelas Franky di Gresik, Minggu (23/8). (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

Untuk bisa melaksanakan hal tersebut, BKPM akan melakukan diskusi dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan untuk menentukan jenis komoditas yang bisa dipusatkan di JIIPE. Namun, pelaku industri pengguna kawasan nantinya juga berhak untuk mengusulkan jenis komoditas tertentu untuk dipusatkan di JIIPE, terutama bagi kawasan industri yang berada di JIIPE tersebut.

"Kami kemarin sudah melakukan pertemuan dengan DJBC untuk membicarakan jenis komoditas apa yang dipusatkan, dan tentunya nanti akan ada pembicaraan lebih lanjut. Seperti contohnya sentra komoditas kapas di Cikarang, kami juga melihat JIIPE memiliki potensi seperti hal itu," tuturnya.

Ia pun mengatakan bahwa hal ini sesuai dengan rancangan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) no. 32 tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat yang kini sedang diproses oleh Kemenkeu, di mana salah satu poin tersebut adalah semakin mendekatkan industri-industri dalam negeri dengan bahan baku asal impor dan juga mendorong penurunan biaya logistik.

"Pemerintah sangat perduli dengan logistik nasional, sehingga sebisa mungkin kawasan industri yang terintegrasi dengan infrastruktur dasar bisa mendorong daya saing industri nasional. Terlebih JIIPE nanti akan dihubungkan dengan jalur kereta api dan juga jalan tol sehingga proses penyebaran logistiknya bisa lebih merata," tutur Franky. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Sebagai informasi, JIIPE merupakan kawasan pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri yang dikembangkan oleh perusahaan otoritas pelabuhan pelat merah, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III dan juga PT AKR Corporindo dengan luas lahan sebesar 2,99 ribu hektar. Infrastruktur dasar kawasan ini diharapkan rampung 2018 sedangkan pengembangan kawasan terintegrasi secara total bisa dikerjakan selama 10 hingga 15 tahun.

Saturday, August 22, 2015

DPR Pertanyakan Sikap Pemerintah Bebaskan PPN Hiburan Malam

DPR Pertanyakan Sikap Pemerintah Bebaskan PPN Hiburan Malam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mempertanyakan sikap Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor.158/PMK.010/2015 Tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan.

"Saya menyesalkan dan mempertanyakan sikap pemerintah yang memasukan diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya masuk ke dalam kriteria jasa kesenian dan hiburan yang tidak dikenai PPN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e PMK tersebut," kata Nasir, di Jakarta, Sabtu (22/8/2015).

Sikap demikian, menurut Nasir, justru kontraproduktif dengan upaya revolusi mental yang selama ini digadang-gadang pemerintahan Joko Widodo. (Baca juga: Kursus Pajak Brevet A & B)

Apalagi, tambah Nasir, di tengah semangat untuk membatasi bahkan menghapus minuman beralkohol dan rokok yang dapat merusak kesehatan dan mental masyarakat.

"Diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya seharusnya pelan-pelan di tutup," ujar Nasir.

Lebih lanjut Nasir mengatakan, memasukan diskotek, karaoke dan klab malam sebagai kriteria jenis jasa yang tidak dikenai PPN merupakan ide dangkal dari seorang menteri. Menurutnya, Menkeu dalam menafsirkan kriteria jasa kesenian dan hiburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, tidak sesempit dengan menafsirkan hanya sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan yang bebas pajak.

"Tetapi dapat mencari jenis seni dan hiburan lain yang memang bermanfaat, dibutuhkan rakyat miskin dan tidak membawa banyak mudharat bagi rakyat," imbuh politisi PKS asal Aceh itu.

Selain itu, lanjut Nasir, seharusnya dalam menyusun suatu kebijakan, Pemerintah wajib mempertimbangkan dampak yang akan terjadi di masyarakat. Pembebasan PPN terhadap diskotek, karaoke dan klab malam, dikhawatirkan dapat memicu pertumbuhan jumlah diskotik, karaoke dan klab malam di Indonesia.

"Akibatnya akan menimbulkan demoralisasi mental masyarakat terutama bagi para generasi muda," ujar Nasir.

Lebih lanjut, Nasir juga mengungkapkan, bahwa kekhawatirannya tersebut bukan tanpa alasan. Menurut Nasir, pertumbuhan diskotek, karaoke dan klab malam akan berbanding lurus dengan pertumbuhan kejahatan.

"Tempat hiburan seperti itu selama ini sarat dengan kejahatan, seperti trafficking, narkoba dan pertikaian yang berujung pembunuhan. Apa jadinya nanti jika jumlah diskotek, karaoke dan klab malam bertambah dan tidak terpantau karena bebas pajak?" ungkap Nasir.

Untuk itu, Nasir meminta Pemerintah segera mencabut kriteria diskotek, karaoke dan klab malam sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan yang tidak dikenai PPN.

"Karena hal itu dapat mereduksi nilai-nilai kultur religius bangsa yang selama ini telah terbangun dan demi menyelamatkan masa depan anak muda Indonesia," pungkas Nasir.

Friday, August 21, 2015

Devaluasi Yuan diharapkan dorong ekspor

Devaluasi Yuan diharapkan dorong ekspor

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa devaluasi mata uang Tiongkok, Yuan, sebesar kurang lebih dua persen terhadap dolar AS diharapkan mampu dimanfaatkan dunia industri dalam negeri untuk mendorong ekspor.

"Dari Januari-Juli 2015, terhadap dolar AS, secara persentase nilai rupiah kita sudah mengalami penurunan sebesar 8,5 persen, sementara devaluasi Yuan 1,9-2 persen. Intinya, tanpa devaluasi kita sudah turun dari Yuan," kata Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Ari Satria, di Jakarta, Jumat.

Ari menjelaskan, jika dilihat dari sisi perbandingan nilai tukar terhadap dolar AS, nilai barang asal Tiongkok tersebut mengalami penurunan dua persen sementara produk dalam negeri mengalami penurunan sampai 8,5 persen, sehingga seharusnya produk dalam negeri memiliki daya saing yang jauh lebih baik daripada produk Tiongkok.

"Barang-barang Tiongkok lebih murah, akan tetapi kita lebih murah lagi. Namun, permasalahannya produk ekspor Indonesia mayoritas memiliki komponen atau bahan baku impor yang tinggi," ujar Ari. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Menurut Ari, dengan kondisi rupiah yang melemah, maka harga bahan baku menjadi lebih mahal. Dengan kondisi tersebut, apakah produsen dalam negeri mampu menjual barang dengan lebih murah karena biaya produksi juga mengalami peningkatan.

Ari menambahkan, sesungguhnya dengan kondisi melemahnya nilai tukar rupiah tersebut para pelaku usaha bisa memanfaatkan momentum itu untuk meningkatkan ekspor, khususnya untuk produk dengan lokal konten yang tinggi seperti produk pertanian, perikanan, dan perkebunan.

"Semuanya harus yang sudah memiliki nilai tambah, bukan hanya komoditas, karena komoditas juga fluktuatif," ujar Ari.

Ari mengatakan, sesungguhnya yang bisa memanfaatkan pelemahan rupiah adalah sektor industri yang berbasis sumber daya alam dan memiliki lokal konten yang tinggi. Namun, untuk industri yang memiliki konten impor, akan sulit untuk bersaing dengan produk Tiongkok.

Ari menambahkan, akan ada satu sisi industri yang akan terkena dampak, namun pada sisi lain ada industri yang bisa memanfaatkan. Hanya saja, bagaimana industri yang memiliki lokal konten tinggi tersebut kinerjanya bisa lebih baik daripada industri yang berbahan baku impor.

"Mungkin beberapa industri akan kesulitan, seperti elektronik dan TPT, yang memiliki konten impor tinggi," kata Ari.

Menurut Ari, alasan Tiongkok melakukan devaluasi terhadap yuan tersebut karena untuk menggenjot kinerja ekspor Negeri Tirai Bambu itu, di mana tujuan akhirnya adalah perbaikan perekonomian mereka yang nantinya mampu meningkatkan daya beli.

"Jika perekonomian Tiongkok membaik, maka daya beli mereka akan terjaga dan mengalami perbaikan. Indonesia juga harus memanfaatkan hal tersebut, jika akibat devaluasi perekonomian Tiongkok membaik maka kita harus bisa masuk melalui produk ekspor yang tidak dimiliki oleh Tiongkok," ujar Ari.

Kinerja ekspor Indonesia ke Tiongkok, mengalami penurunan dimana pada periode Januari-Juli 2014 lalu tercatat ekspor ke Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai 10,16 miliar dolar AS, sementara pada periode yang sama di tahun 2015 mengalami kemerosotan sebesar 23,69 persen atau hanya menjadi 7,76 miliar dolar AS.

Sementara berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor Tiongkok ke dunia pada tahun 2014 lalu mencapai 2,34 triliun dolar di mana nilai tersebut mengalami kenaikan sebesar 7,61 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,21 triliun dolar AS.

Dalam lima tahun terakhir terhitung sejak 2010-2014, pertumbuhan ekspor Tiongkok rata-rata mencapai 9,88 persen. Pada tahun 2010 ekspor sebesar 1,58 triliun dolar AS, sementara pada 2014 menjadi 2,34 triliun dolar AS.

Thursday, August 20, 2015

Indonesia - Norwegia Tingkatkan Kerja Sama Perikanan

Indonesia - Norwegia Tingkatkan Kerja Sama Perikanan

Ikan Hias Ekspor
WE Online, London - Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Susi Pudjiastuti melakukan kunjungan kerja ke Norwegia dalam rangka meningkatkan kualitas perikanan dan kerja sama perikanan Indonesia.

Rangkaian kegiatan kunjungan kerja Menteri Susi dilakukan di dua kota di Norwegia, yaitu Trondheim dan Oslo, 18-21 Agustus 2015, kata Sekretaris Pertama Fungsi Ekonomi KBRI Oslo, Hartyo Harkomoyo kepada Antara London, Jumat (21/8/2015).

Selama rangkaian kegiatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia didampingi oleh Duta Besar RI untuk Norwegia, Yuwono A Putranto, Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto dan Ketua Satgas IUUF Mas Achmad Santosa. (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

Kegiatan Menteri Susi di Trondheim diawali dengan pertemuan bilateral dengan Menteri Perikanan Norwegia, Elisabeth Aspaker. Dalam pertemuan tersebut kedua Menteri pihak sepakat untuk mengembangkan kerja sama Aquaculture, Sustainable Fisheries dan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) / Kejahatan Perikanan.

Disepakati pula upaya-upaya untuk lebih meningkatkan perdagangan ikan kedua negara. Menteri Aspaker menyatakan Indonesia perlu memanfaatkan fasilitas impor berupa bebas tarif nol persen untuk produk perikanan yang masuk ke Norwegia.

Dimensi kejahatan dalam IUUF sangat luas, termasuk melibatkan kejahatan perdagangan manusia. Untuk itu, pertemuan juga menyepakati kolaborasi kedua negara dalam mengatasi masalah ini ini.

Pertemuan juga membahas mengenai usulan pembentukan Forum Konsultasi Bilateral di bidang perikanan yang merupakan tindak lanjut hasil pertemuan antara Menlu RI, Retno Marsudi dengan Menlu Norwegia, B?rge Brende dalam pertemuan pertama Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral RI-Norwegia di Oslo, Juni lalu.

Aspaker menyatakan Norwegia siap membangun kerja sama perikanan dengan Indonesia yang dipandangnya sebagai mitra yang penting di bidang perikanan, baik itu secara bilateral maupun dalam forum multilateral.

Menteri Susi juga menjadi salah satu pembicara dalam Seminar: 20 Years Anniversary Celebration The Code of Conduct and Aquaculture yang diadakan dalam rangkaian Aqua Nor, pameran skala internasional yang diselenggarakan di Norwegia sejak tahun 1979.

Aqua Nor merupakan ajang pertemuan bagi para pelaku industri perikanan dan budidaya yang dalam beberapa tahun terakhir, telah menarik sekitar 18.000 sampai 20.000 pengunjung dari seluruh dunia.

Selain Menteri Susi, beberapa Menteri dari negara lain juga turut menjadi pembicara, diantaranya adalah Menteri Perikanan Norwegia, Elisabet Aspaker dan Menteri Perikanan dan Pertanian Brazil, Helder Barbalho.

Dalam paparannya Menteri Susi menegaskan mengenai komitmen Indonesia untuk pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. "Kita menginginkan pelestarian laut yang lebih baik, akan tetapi pada saat yang sama menginginkan peningkatan produksi hasil laut," ujarnya.

Sebelum mengakhiri agenda kunjungan di Trondheim, Menteri Susi berkesempatan mengunjungi pameran Aqua Nor dan melakukan pertemuan dengan perusahaam Norwegia di bidang perikanan budidaya dan perkapalan seperti Kongsberg, Aquaoptima / Aqualine, EWOS, Pharmaq, North Atlantic Seafood Forum, Morenot dan Ulstein.

Sementara kunjungan Menteri Susi di Oslo difokuskan pada upaya pembangunan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Norwegia dalam pemberantasan IUUF/ kejahatan perikanan yang diadakan di Kementerian Perdagangan, Perindustrian dan Perikanan Norwegia. Pada pertemuan di Oslo turut bergabung juga pejabat tinggi dari Ditjen Pajak Kemenkeu, Baharkam Polri dan Bareskrim Polri.

Kunjungan Menteri Susi ke Norwegia ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan bilateral Presiden RI dengan Perdana Menteri Norwegia di Jakarta 14 April lalu. Kedua pimpinan negara sepakat mengembangkan kerja sama aquaculture, sustainable fisheries dan IUUF. Menteri Perikanan Norwegia, Elisabeth Aspaker direncanakan akan melakukan kunjungan balasan ke Indonesia pada bulan November mendatang.
DPR: Target Penerimaan Pajak 2016 Kurang Realistis

DPR: Target Penerimaan Pajak 2016 Kurang Realistis

Kantor Pusat Ditjen Pajak
WE Online, Jakarta - Sejumlah fraksi dalam rapat paripurna DPR yang berlangsung di Jakarta, Kamis (20/8/2015), menyoroti tingginya target penerimaan pajak dalam RAPBN 2016 yang ditetapkan sebesar Rp1.565,8 triliun, karena dianggap kurang realistis.

Juru bicara Partai Gerindra Rachel Maryam mengatakan target pendapatan pajak tersebut tidak mungkin tercapai, mengacu pada realisasi penerimaan pajak pada tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai kisaran 90 persen.

Padahal, lanjut Rachel Maryam, apabila penerimaan pajak tidak tercapai, maka untuk menambah pembiayaan dan menambal defisit anggaran, pemerintah akan menambah porsi utang yang memiliki persepsi negatif di masyarakat. (Baca juga: Kursus Pajak Brevet A & B)

"Kalau pajak tidak tercapai, maka pemerintah biasanya akan mengeluarkan surat utang, dengan begitu pemerintah melakukan delusi terhadap mata uang yang beredar di masyarakat, karena setiap utang memiliki sifat merugikan masyarakat," tegasnya.

Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera Abdul Fikri Faqih bahkan menyarankan pemerintah untuk mengkaji kembali target penerimaan pajak yang relatif tinggi tersebut serta angka "tax ratio" yang juga membutuhkan pembenahan serius.

"Selama ini target pajak tidak pernah tercapai, padahal kami menilai penerimaan pajak masih belum maksimal. Tax ratio juga cenderung stagnan dari tahun ke tahun, bahkan menurun, sehingga perlu ditingkatkan," kata Fikri Faqih.

Juru bicara Partai Golkar Ridwan Bae meragukan target penerimaan pajak tahun 2016, karena pemerintah masih kesulitan untuk mendorong penerimaan pajak 2015, yang hingga akhir Juli, baru mencapai Rp531,1 triliun atau 41,04 persen dari target dalam APBN-P sebesar Rp1.294,2 triliun.

"Target pajak memberikan selisih yang besar dengan realisasi sementara, sehingga diragukan tercapai. Dengan demikian, akan lebih baik target tersebut dikoreksi, agar lebih memungkinkan untuk mendorong pencapaian pajak," ujar Ridwan Bae.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah masih mengandalkan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi untuk mencapai target penerimaan perpajakan RAPBN 2016 sebesar Rp1.565,8 triliun.

"Ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dunia usaha, stabilisasi ekonomi dan daya beli masyarakat," ujar Menkeu dalam jumpa pers RAPBN 2016 dan Nota Keuangan di Jakarta, Jumat (15/8/2015).

Selain itu, Menkeu menambahkan, pemerintah akan meningkatkan pelayanan, agar kepatuhan para Wajib Pajak meningkat, melalui adanya perbaikan dalam hal regulasi, administrasi serta akuntabilitas.
Ekspor Furnitur ke AS Berpotensi Tembus US$ 678 Juta

Ekspor Furnitur ke AS Berpotensi Tembus US$ 678 Juta

Jakarta, CNN Indonesia - Kementerian Perdagangan menargetkan nilai ekspor produk furnitur Indonesia ke Amerika Serikat (AS) pada tahun ini mencapai US$ 663 juta atau tumbuh 5 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

"Kalau kita pakai angka tren ekspor furnitur Indonesia 2010-2014 khusus untuk kelompok furnitur, ekspor 2015 diprediksi naik 5,6 persen jadi US$ 663 juta," tutur Didi Sumedi, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Kemendag kepada CNN Indonesia, Rabu (19/8).

Bahkan, kata Didi, nilai ekspor produk furnitur rumah dan dekorasi bisa lebih besar jika melihat tren permintaan di Negeri Paman Sam yang meningkat tinggi.

"Kita masih berpeluang menaikan sampai US$ 678 juta jika kita bisa manfaatkan permintaan produk furnitur dari AS yang naik sebesar 8,1 persen," tuturnya. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak mengatakan peningkatan angka ekspor furnitur Indonesia ke AS juga tak lepas dari masifnya upaya promosi dan variasi produk yang dihasilkan oleh pengraji dalam negeri.

Berangkat dari hal itu, kata Nus pemerintah pun meyakini produk housing furniture and dekorasi Indonesia masih dapat ditingkatkan dengan memasok produk-produk yang sesuai selera pasar.

“Furnitur modern minimalis dengan aksen natural, klasik, dan menggunakan warna-warna solid sudah jadi selera mutlak di AS. Perkembangan positif ini diharapkan dapat menjadi peluang yang dapat terus diambil Indonesia untuk terus memacu pertumbuhan ekspor furnitur secara maksimal ke AS,” kata Nus.

Sebagai informasi, pada 2014 total kebutuhan furnitur AS mencapai US$ 148 miliar. Angka ini diprediksi terus tumbuh dan meningkat hingga US$ 178 miliar pada medio 2019.

Wednesday, August 19, 2015

Dirjen Bea Cukai: capaian cukai Rp72,6 triliun

Dirjen Bea Cukai: capaian cukai Rp72,6 triliun

Sidoarjo (ANTARA News) - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyatakan capaian sektor cukai sampai dengan 14 Agustus 2015 sudah mencapai Rp72,6 Triliun dari target cukai Rp145 Triliun.

"Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp70,1 Triliun didapatkan dari cukai tembakai dan sisanya didapatkan dari cukai minuman yang mengandung alkhohol," katanya dalam temu media di Kantor Wilayah Bea Cukai Jatim I di Sidoarjo, Rabu.

Selama tahun 2015, pihaknya memang menargetkan sebanyak Rp145 Triliun dari sektor cukai.
Paparan Ekspor-Impor Perdana, Mendag Lembong: Semua Sektor Turun

Paparan Ekspor-Impor Perdana, Mendag Lembong: Semua Sektor Turun

detikFinance, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong menyampaikan paparan perdananya tentang kinerja ekspor-impor Juli 2015. Ia mengatakan seluruh kinerja ekspor dan impor keduanya menurun.

Kondisi melemahnya rupiah terhadap dolar AS dan perekonomian global yang lesu berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia pada Juli 2015. Hal ini karena terjadi penurunan hampir di semua sektor ekspor maupun impor migas dan non migas.

"Secara keseluruhan, bulan Juli seluruh sektor mengalami penurunan," kata Menteri Perdagangan Thomas Lembong saat konferensi pers Kinerja Ekspor-Impor di Kantor Kementerian Perdagangan, Jalan M Ridwan Rais, Jakarta, Rabu (19/8/2015).

Tuesday, August 18, 2015

Berkat Hilirisasi, Ekspor Tambang Indonesia Meroket 483%

Berkat Hilirisasi, Ekspor Tambang Indonesia Meroket 483%

 Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor beberapa komoditas pertambangan Indonesia meroket tajam menyusul kewajiban hilirisasi yang mulai diberlakukan sejak 2014 silam.

Dari catatan BPS, pada periode Januari hingga Juli 2015 kemarin komoditas ekspor pertambangan meliputi bijih, kerak, dan abu logam tercatat telah menyentuh angka US$ 1,95 miliar atau mencapai Rp 26 triliun.

Angka ini diketahui meningkat 483 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumya yang hanya mencapai US$ 334,6 juta.