Thursday, March 24, 2016

Lowongan Kerja Regulations Officer (Export-Import) Wilmar Group

Lowongan Kerja Regulations Officer (Export-Import) Wilmar Group


Wilmar Group is looking for position:

Regulations Officer (Export Import)

Requirements:
  • Minimum 3 years experience in import/export or related field
  • Strongly understand Laws of Customs, Trade, Industry and related governments
  • Strongly understand regulation related to Export Import
  • Strong customer service & problem-solving skills and also very good communication skill
  • Extensive negotiating skills
  • Bi-lingual or Multi-lingual speaking english and Mandarin
  • Having Kepabeanan Certificate is a MUST
Job Description:
  • Attending Tax Court
  • EXIM; Ensure proper classification of material, proper valuation, correct country of origin or accumulation, and that shipment are in accordance with global bilateral agreements
  • Internal data entry for inventory and financial tracking/accountability
  • Ability to negotiate terms and contracts with vendors and clients
  • Excellent customer service skills and knowledge of export & import laws and regulations
  • Communicates with Traffic/Shipping on all international shipments
  • Reports Potential Export/Import Violations
  • Developing and implementing an export/import compliance program
  • Coordinate with relevant institutions required for export such as customs clearance, insurance, freight and other services
If you meet the requirements, please send us your update resume and photograph through our mail at santi.cahyaningrum[at]wilmar.co,id or fitriani.juliastuti[at]wilmar.co.id


Sunday, January 10, 2016

Selamat datang MEA

Selamat datang MEA

Jakarta (ANTARA News) - Para pemimpin Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) hampir dua dekade lalu sepakat membentuk pasar tunggal di kawasannya pada akhir 2015, yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Mereka sepakat, agar daya saing Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) meningkat sekaligus bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi.

Pembentukan pasar tunggal yang berlaku mulai Januari 2016 ini memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara yang sepakat dalam ASEAN Economic Community (AEC) atau MEA sehingga kompetisi akan makin ketat.

MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara dan akuntan. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor dan Ahli Kepabeanan)

Selain itu, MEA juga membuka arus bebas investasi dan arus bebas modal di kawasan yang merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok.

Bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi), memasuki era MEA itu artinya peningkatkan kemampuan untuk berkompetisi menghadapi persaingan, dan menjadi hal penting.

Presiden berharap masyarakat tidak takut terhadap persaingan.

Sebenarnya, Presiden Jokowi menilai, hampir semua kepala negara di ASEAN ketika bertemu dirinya justru mengkhawatirkan negara mereka kebanjiran produk dari Indonesia. Mereka beranggapan, justru Indonesia yang diuntungkan dalam penerapan MEA.

ASEAN beranggotakan 10 negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.

Untuk menyambut MEA, Presiden menyebutkan bahwa infrastruktur menjadi fokus pemerintah dan telah disiapkan anggaran sebesar Rp313 triliun untuk pembangunannya.

Sementara itu, ada beberapa catatan yang patut dicermati pada era MEA, antara lain berdasarkan laporan Indeks Kinerja Logistik 2014, Indonesia menempati posisi 53 dengan nilai rata-rata 3,08, sementara negara tetangga, Singapura berada di peringkat lima, Malaysia di posisi 25, Thailand di peringkat 35 dan Vietnam di peringkat 48.

Selain itu, laporan peringkat daya saing Indonesia 2015-2016 sebagaimana dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (FED) pada September 2015 menyebutkan bahwa Indonesia pada laporan yang dilakukan terhadap 140 negara itu berada di posisi 37 dunia dengan nilai 4,52 atau turun tiga peringkat dibanding tahun lalu.

Singapura berada di posisi dua dengan nilai 5,68, Malaysia di posisi 18 dengan nilai 5,23, dan Thailand�di peringkat 32 dengan nilai 4,64.

Sementara itu, Filipina dan Vietnam masing-masing di posisi 47 dan 56 dengan nilai masing-masingn 4,39 dan 4,30.

Ada 113 indikator yang digunakan FED untuk mengukur produktivitas suatu negara di antaranya adalah infrastruktur, inovasi dan lingkungan makro ekonomi.

Siapkan diri

Indonesia sebenarnya telah menyiapkan diri dalam memasuki era MEA. Meski masih ada sejumlah catatan perbaikan dari berbagai kalangan demi meraih kemenangan dalam persaingan.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar, Rossalis Rusman Adenan, menyoroti 12 sektor prioritas barang dan jasa dalam menghadapi MEA, empat di antaranya bergerak dalam bidang jasa. Dua di antara empat sektor jasa yang memainkan peran penting yakni logistik dan perhubungan udara.

Pemerintah yang dengan semangat menjadikan negara sebagai poros maritim dunia, telah mencanangkan program Tol laut dalam rangka menekan biaya logistik yang ini masih di kisaran 25 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Untuk mempercepat upaya menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk dengan mengurangi disparitas harga di wilayah Barat dan Timur, maka tiga dari enam trayek tol laut dimulai sejak 4 November 2015.

Berkaitan dengan industri penerbangan, Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional (Inaca) M. Arif Wibowo menilai, jika bea masuk komponen pesawat dibebaskan, maka akan menambah ruang untuk biaya operasional, sehingga menciptakan layanan jasa penerbangan yang lebih kompetitif.

Arif, yang juga Direktur Utama Garuda Indonesia (anggota Sky Team), secara umum maskapai nasional siap menghadapi MEA, baik dari segi bisnis, sumber daya manusia, operasional, finansial dan pelayanan, terlebih dalam momentum yang bersamaan dengan kebijakan keterbukaan penerbangan kawasan Asia Tenggara (ASEAN Open Sky).

Adapun Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar mengatakan, setidak-tidaknya ada tiga sektor yang perlu dipacu secara sungguh-sungguh dalam menghadapi persaingan, yakni konstruksi, infrastruktur dan manufaktur.

Selain itu, dikemukakannya, pada sisi regulasi yang harus disederhanakan.

Berkaitan dengan koperasi serta usaha kecil dan menengah (UKM), Asisten Deputi Urusan Kebijakan Pendidikan Koperasi Kementerian Koperasi dan UKM Rully Nuryanto menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan pelaku KUKM sendirian menghadapi MEA.

Pihaknya akan terus mendampingi KUKM dengan berbagai program dan pelatihan misalnya dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi pelaku UKM.

"Kami butuh dukungan masyarakat, terutama KUKM sebagai penunjang kekuatan ekonomi Indonesia yang berarti bahwa KUKM adalah pahlawan perekonomian kita," katanya.

Pengamat ekonomi dari Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengatakan, tetap diperlukan aturan khusus semacam undang-undang untuk UKM sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja.

Tanpa adanya aturan itu, menurut dia, sama saja Indonesia menganut ekonomi pasar bebas yang tidak memberikan keberpihakan apapun kepada rakyatnya.

Di sektor pariwisata, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy mengatakan, pemerintah bukan hanya perlu melakukan promosi secara besar-besaran, menyediakan produk yang diinginkan oleh wisatawan, tetapi juga menyiapkan sumber daya manusia (SDM) pariwisata yang terampil, hingga menjamin tersedianya prasarana dan sarana.

Peran pemerintah dalam pembangunan pariwisata tidak hanya membuat regulasi, memfasilitasi, tetapi juga mengintervensi jika dianggap sangat perlu.

Berkaitan dengan ketenagakerjaan, Kepala Seksi Organisasi Pekerja Kementerian Ketenagakerjaan Fritz Simon mengatakan bahwa MEA harus dipandang sebagai peluang yang harus dihadapi. MEA sudah tidak bisa lagi.

Simon mengemukakan bahwa pemerintah, pengusaha, dan pekerja harus aktif meningkatkan peran dan fungsi masing-masing. Karena itu, diperlukan komunikasi dan dialog untuk saling memperkuat.

Sedangkan, Direktur Dewan Serikat Pekerja Karyawan Sektor Jasa ASEAN (ASETUC) Kun Wardana Abyoto mengatakan, globalisasi dan MEA tidak bisa dihindari sehingga pekerja di Indonesia harus mempersiapkan diri.

"Pekerja harus mengantisipasi dengan memiliki kompetensi yang bisa diserap oleh lapangan kerja. Kita tidak tahu dalam dua atau tiga tahun ke depan, kondisi pekerjaan kita masih sama atau tidak," katanya.

Selain pelaksanaan MEA, Kun menilai, perkembangan teknologi yang pesat juga harus dipertimbangkan pekerja agar tidak kehilangan pekerjaan karena kompetensi yang tidak meningkat.

Salah satu perkembangan teknologi yang terjadi adalah adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan robotisasi di berbagai bidang pekerjaan yang bisa menggantikan peran pekerja manusia.

Siap tidak siap, era MEA sudah tiba. Hasil peningkatan efisiensi, daya saing, nilai tambah, dan juga produktivitas dari beragam kinerja perekonomian di berbagai daerah di Tanah Air akan diuji mulai awal tahun ini.

Link Berita: Klik Disini
Indef: Indonesia masih bergantung ekspor komoditas

Indef: Indonesia masih bergantung ekspor komoditas

Pekalongan (ANTARA News) - Hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditas sehingga hal ini rentan kalah bersaing untuk menghadapi era pasar bebas,  kata Direktur Institute for Deleloment of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.

"Oleh karena, untuk mendukung peningkatan ekspor komoditas agar bisa go internasional perlu adanya dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah," katanya pada acara "Seminar Kemandirian Ekonomi Indonesia Menuju Era Globalisasi" di Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu.

Ia mengemukakan, saat ini nilai ekspor Indonesia hanya mencapai 10 persen sedang nilai impor mencapai 21 persen sehingga kondisi tersebut berpengaruh terhadap neraca perdagangan.

"Oleh karena, untuk menyeimbangkan neraca, maka Pemerintah Indonesia memberikan stimulus kompensasi modal nasuk dan menarik investor," katanya. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor dan Ahli Kepabeanan)

Menurut dia, perkembangan perekonomian Indonesia juga bergantung pada kondisi ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat sebagai negara eksportir terbesar.

"Dampak penurunan perekonomian Tiongkok sebesar satu persen turun 0,11 persen relatif berpengaruh terhadap Indonesia karena implementasinya modal yang ada di Indonesia akan pulang kampung," katanya.

Ia berpendapat, untuk mengantisipasi ketergantungan pada negara lain, Indonesia perlu mencontoh negara India yang mengalami proses politik hampir sama dengan Indonesia.

"Transisi kepemimpinan India hampir sama dengan Indonesia, yaitu melakukan stabilisasi perekonomian, stabilisasi harga yang semula mencapai delapan persen mampu ditekan menjadi enam persen. Hal ini, berpengaruh terhadap suku bunga," katanya.

Pada kesempatan itu, Enny mengingatkan kepada pelaku bisnis untuk mengambil langkah strategis dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur, penyediaan modal, dan reformasi iklim investasi.

"Adapun hal yang perlu diantisipasi pada MEA, antara lain melebarnya defisit perdagangan seiring peningkatan perdagangan barang dan implementasi MEA akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dan luar ASEAN," demikian Enny Sri Hartati.

Link Berita: Klik Disini

Thursday, October 8, 2015

RELAKSASI ATURAN OJK: Otoritas Dorong Pembentukan Konsorsium Pembiayaan Ekspor

RELAKSASI ATURAN OJK: Otoritas Dorong Pembentukan Konsorsium Pembiayaan Ekspor

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam rangka menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional dan dalam rangka peningkatan supply valuta asing di sektor jasa keuangan.

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan OJK yakni pembentukan konsorsium pembiayaan industri berorientasi ekspor dan ekonomi kreatif serta usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan otoritas keuangan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan dan Badan Ekonomi Kreatif mendorong pembentukan konsorsium industri pembiayaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) bersama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) .

Pembentukan konsorsium tersebut untuk memberikan pembiayaan di sektor industri kreatif, beorientasi ekspor dan UMKMK yang mendapatkan program penjaminan dari perusahaan penjaminan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (ASIPPINDO).

Kebijakan ini, lanjutnya, merupakan sinergi Industri Keuangan Non Bank atau IKNB yang diharapkan akan mengakselerasi pembiayaan yang berorientasi ekspor, ekonomi kreatif dan UMKMK.

"Potensi tambahan pembiayaan dari mekanisme ini senilai Rp5 triliun hingga Rp10 triliun," dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Rabu (7/10/2015). (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Muliaman menuturkan berdasarkan data dari Rencana Aksi Jangka Menengah Ekonomi Kreatif 2015 sampai dengan 2019, ekonomi Kreatif ini menyumbang sekitar 7,5% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 5,7%.

Sementara itu, kontribusi ekonomi kreatif dalam pertumbuhan penciptaan lapangan kerja baru yakni sebesar 2% atau sekitar 250.000 lapangan kerja baru per tahun.

"Dengan inisiatif ini diharapkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB nasional dan penciptaan lapangan kerja baru akan semakin meningkat," tutur Muliaman.

Link Berita: Klik Disini

Wednesday, September 30, 2015

Mentan Lepas Ekspor Kacang Hijau 60 Ribu Ton ke Filipina dan Tiongkok

Mentan Lepas Ekspor Kacang Hijau 60 Ribu Ton ke Filipina dan Tiongkok

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman melepas ekspor kacang hijau sebanyak 60 ribu ton yang diproduksi  CV. Hasil Tani Sejahtera di Gresik, Rabu (30/9/2015).

Mentan mengatakan upaya mengekspor kacang hijau tersebut merupakan bentuk kontribusi sektor pertanian di tengah pelemahan rupiah saat ini.
Sebab disaat perekonomian Indonesia sedang melemah, di satu sisi Indonesia masih bisa mengekspor. Sejauh ini pelemahan perekonomian Indonesia tidak begitu berdampak pada petani.

"Ekspor kacang hijau secara nasional mencapai 60 ribu ton. Ini naik sekitar 20 persen. Ini yang harus kita syukuri. Meskipun ada pelemahan ekonomi, namun hal ini tidak berdampak pada perekonomian kita," kata Mentan.

Sementara itu, Direktur CV. Hasil Tani Sejahtera Sumanto mengungkapkan pabriknya tidak mengimpor kacang hijau selama dua tahun.
Namun selama dua tahun tersebut, justru melakukan ekspor kacang hijau.
Menurutnya kualitas kacang hijau di pabriknya lebih bagus dari luar negeri.

"Selama dua tahun ini kami tidak melakukan impor, kami malah mengekspor. Memang lima tahun sebelumnya kami terus melakukan ekspor. Kemudian, Kualitas kacang hijau kami sama kayak luar negeri. Bahkan kualitasnya lebih bagus dari Myanmar," ujar Sumanto kepada wartawan saat ditemui di pabriknya. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Adapun kacang hijau yang siap diekspor ke Filipina dan Tiongkok oleh CV Hasil Tani Sejahtera yakni sebanyak 3.000 ton. Sedangkan untuk tahun ini bisa mengekspor kacang hijau sekitar 5.000 ton per tahun.

"Kita akan ekspor ke Filipina dan Tiongkok. Kalau ekspor tahun ini kita bisa mengekspor sekitar 3.000 hingga 5000 ton per tahun," jelas Sumanto.

Link Berita: Klik Disini