Monday, August 31, 2015

Fuad: Aneh Bos Pelindo Ngomong "I Make This Company Rich"

Fuad: Aneh Bos Pelindo Ngomong "I Make This Company Rich"

Suara.com - Bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier angkat bicara terkait statement Direktur Utama Pelindo II R. J. Lino yang yang mengatakan I make this company rich telah menyimpang dan tidak sesuai dari tujuan Pelindo II.

"Ini agak aneh ya, ketika dia (Lino) ngomong I make this company rich. Pelindo dibikin kaya di tangan Pak Lino dengan untung besar. Ini kan telah menyimpang dari tujuan adanya Pelindo. Pelindo ini untuk mengantarkan arus keluar masuknya barang dengan cepat, kenapa malah nyari untung," katanya di Jakarta Pusat, Minggu (30/8/2015).

Fuad menjelaskan tugas utama Pelindo bukan mencari untung besar dan memperkaya perusahaan pelabuhan tersebut. Menurutnya, Lino selaku bos Pelindo hanya bertugas memperlancar arus barang.

"Kan kalau mau memperkaya perusahaan itu, berarti telah menyimpang dari tugas utamanya. Jadi ini mohon kasus dwelling time ini segera diselesaikan, agar borok-boroknya dapat diselesaikan hingga tuntas," katanya. (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

Sebelumnya, Lino merasa tidak terima ketika kantornya digeledah penyidik Bareskrim tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Kata-kata tersebut dilontarkan kepada Menteri Bappenas Sofyan Djalil yang menelpon Lino usai penggeledahan.

Karena kesal dan merasa diperlakukan tidak adil, Lino mengungkapkan pernyataan I make this company rich kepada Sofyan Djalil.
"Tax Holiday" Seharusnya Tak Cuma Diberikan Pada Pengusaha Besar

"Tax Holiday" Seharusnya Tak Cuma Diberikan Pada Pengusaha Besar

Suara.com - Ekonom senior Emil Salim mengatakan pemberian insentif perpajakan seperti "tax holiday" sebaiknya tidak hanya diberikan bagi investor besar, namun juga kepada pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

"Bicara 'tax holiday', kenapa tidak diberikan kepada pengusaha UKM, padahal mereka juga terkena gejolak dan krisis," katanya dalam seminar nasional "Perekonomian Dari Masa ke Masa" di Jakarta, Senin.

Emil mengharapkan pemerintah memberikan perhatian kepada sektor riil serta UKM yang telah terbukti memiliki daya tahan, dibandingkan sektor finansial, serta membantu perekonomian Indonesia melewati masa krisis.

"'Tax holiday' masih memikirkan untuk (investor) atas, belum yang di bawah. Sebaiknya insentif finansial seperti itu tidak diberikan untuk proyek-proyek besar saja," ujarnya seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 159/PMK.010/2015 tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan sebagai insentif untuk pengembangan industri pionir. (Baca juga: Kursus Pajak Brevet A & B)

Peraturan itu merupakan revisi dari PMK nomor 130/PMK.011/2011 dan PMK nomor 192/PMK.011/2014 yang salah satu poinnya adalah adanya penambahan jumlah industri pionir di sektor manufaktur yang berhak mendapatkan insentif "tax holiday" Terkait pembangunan, mantan Menteri Perhubungan pada era Orde Baru ini juga mengingatkan pentingnya pemerataan di berbagai kawasan Indonesia, termasuk di wilayah perdesaan, yang selama ini akses transportasinya masih buruk.

"Belum ada strategi pembangunan untuk negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke, terutama di infrastruktur, pendidikan dan pangan. Gambaran makronya terlihat, pembangunan masih terpusat di Jawa, Sumatera, dan Bali," katanya.

Emil juga mengatakan rencana pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah saat ini ditentukan oleh lobi-lobi politik bukan karena kebutuhan yang mendasar untuk menyatukan konektivitas antarwilayah.

"Sekarang penciptaan proyek tidak lagi mengandalkan birokrasi tapi karena 'political interest'. Misalnya proyek kereta api cepat yang tidak tercantum dalam nota keuangan maupun rencana Bappenas. Ini logikanya darimana?" kata salah satu Begawan Ekonomi Indonesia itu.

Sunday, August 30, 2015

Pengamat: pemerintah dorong ekspor ke Timur Tengah

Pengamat: pemerintah dorong ekspor ke Timur Tengah

Manado (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara Dr Joubert Maramis mengatakan pemerintah harus mendorong ekspor ke Timur Tengah yang tidak mendapat dampak penguatan dolar Amerika Serikat.

"Melihat sebagian besar pelemahan mata uang asing di dunia terhadap dolar AS, maka pemerintah harus mencari jalan keluar tujuan baru ekspor Sulut," kata Joubert di Manado, Senin.

Joubert mengatakan negara-negara di Timur Tengah sangat potensial untuk menjadi tujuan ekspor Sulut, karena belum terkena imbas pengauatan dolar AS.

"Apalagi, ada beberapa negara di Timur Tengah yang sudah menjadi tujuan ekspor Sulut selama ini," jelasnya. (Baca juga: Kursus Ekspor-Impor Terpadu)

Pelemahan rupiah saat ini, katanya, memang sedikit mempengaruhi kinerja ekspor secara nasional apalagi ke Tiongkok yang menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia juga Sulut.

"Pemerintah harus jeli melihat kondisi ini, dan berusaha melakukan langkah antisipasi agar kinerja ekspor Sulut tidak terkena dampak pelemahan rupiah," jelasnya.

"Kurs rupiah yang mencapai Rp14.000 per dolar AS, sudah bahaya bagi perekonomian Indonesia karena perekonomian internasional, kita defisit pada transkasi barang dan modal," kata Joubert.

Kalau demikian, katanya, maka akan picu inflasi yang tinggi. Sebab Indonesia mengimpor banyak bahan baku maupun barang jadi dari luar negeri baik barang konsumsi maupun modal.

"Coba lihat kasus daging sapi, pengusaha importir akan berpikir rasional untuk menahan daging sapi atau menaikan harga daging sapi karena kurs tidak stabil," jelasnya.

Mereka takut jual karena beli kembali pasti lebih mahal karena kurs kita melemah. Kemudian efek dari harga tinggi daging sapi adalah naiknya daging subtitusi seperti ayam dan bahkan ikan.

Komoditas ekspor Sulut yang paling banyak saat ini yakni ptoduk turunan kelapa, pala dan perikanan.

Thursday, August 27, 2015

Ini Sektor Industri yang Berhak Mendapatkan Keringanan Pajak

Ini Sektor Industri yang Berhak Mendapatkan Keringanan Pajak

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 159/PMK‎.010/2015 mengenai perubahan ketentuan pemberian tax holiday atau keringanan pajak bagi industri-industri pionir.

Kebijakan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menarik investasi ke Indonesia demi meningkatkan daya saing industri Indonesia dalam menghadapi pasar bebas kedepannya.

Ada beberapa poin yang menjadi keunggulan dari PMK Nomor 159 ini jika dibandingkan dnegan PMK yang lama yaitu Nomor 192/PMK.011/2014 yang kebijakan mengenai pemberian tax holiday.

Pertama, ‎dalam PMK tax holiday sebelumnya, jangka waktu pemberian fasilitas diatur selama 5 tahun sampai dengan 10 tahun dan dapat diperpanjang dengan diskresi Menteri Keuangan. (Baca juga: Kursus Pajak Brevet A & B)

Di dalam PMK‎ yang baru, diatur bahwa fasilitas diberikan selama 5 sampai dengan 15 tahun dan dapat diberikan hingga 20 tahun dengan diskresi Menteri Keuangan.

Kedua, untuk industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi, rencana investasi ditturunkan menjadi paling sedikit Rp 500 miliar. Untuk industri tersebut yang memiliki rencana investasi sebesar Rp 500 miliar sampai dengan kurang dari Rp 1 triliun mendapatkan penguranagan maksimum sebesar 50 persen. Untuk rencana investasi lebih dari Rp 1 triliun, dapat diberikan pengurangan sebesar 100 persen.

Ketiga, sesuai dengan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PRSP), Wajib Pajak mengajukan permohonan fasilitas tax holiday kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Keempat, di dalam PMK yang bari ini, dalam hal permohonan fasilitas tax allowance, Wajib Pajak ditolak, Wajib Pajak diberikan fasilitas tax allowance sepanjang memenuhi cakupan bidang usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2015. (Baca juga: Pelatihan Cukai)

Kelima, cakupan industri dalam PMK yang baru ini diperluas, dari sebelumnya industri pionir hanya lima industri, kali ini menjadi sembilan industri.

Industri apa saja? Berikut rinciannya:

  • Industri logam hulu
  • Industri pengilangan minyak bumi
  • Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam
  • Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri
  • Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan
  • Industri telekomunikasi, informasi dna komunikasi
  • Industri transportasi kelautan
  • Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
  • Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Sunday, August 23, 2015

Kurangi Impor, 2.000 Sapi Betina Australia akan Diternak di Indonesia

Kurangi Impor, 2.000 Sapi Betina Australia akan Diternak di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memaksimalkan kerjasama Indonesia-Australia untuk ketahanan pangan di sektor daging merah dan ternak sapi. Hal ini bertujuan mendukung program pemerintah untuk menciptakan swasembada sapi.

Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan ada beberapa kesepakatan program antara Indonesia-Australia yang diharapkan berdampak konkret terhadap upaya penciptaan swasembada.

Guna mewujudkan rencana tersebut, Pemerintah Indonesia akan mendatangkan 2.000 ekor sapi indukan (heifers) dan 100 sapi pejantan (bull) asal Australia beserta peralatan pendukung dan tim teknis pendamping. (Baca juga: Kursus Ahli Kepabeanan)

“Diharapkan dengan program ini, usaha di bidang pengembangbiakan sapi akan lebih menarik bagi investor karena tercipta model usaha baru yang lebih menguntungkan,” ujar Franky, Minggu (23/8/2015).

Franky menjelaskan, selama ini kegiatan pengembangbiakan sapi selalu dinilai kurang menarik oleh pengusaha. Terbatasnya lahan mengharuskan para pelaku usaha beternak dengan cara konvensional yakni sistem kandang yang memerlukan ongkos produksi tinggi dan turnover yang lebih lama dibandingkan usaha penggemukkan sapi.

Sementara model integrasi sapi-sawit dipercaya dapat mengurangi biaya pupuk bagi perkebunan kelapa sawit dan mengurangi ongkos produksi pakan dan perawatan bagi peternakan sapi.

"Jika program ini berhasil, maka dapat diduplikasi oleh pengusaha sawit lainnya sehingga dapat mendukung program ketahanan pangan pemerintah Indonesia atas daging sapi dan mengurangi ketergantungan impor.