Jakarta - Waktu bongkar barang hingga keluar pelabuhan (dwell time) yang memakan waktu berhari-hari, merupakan masalah klasik pelabuhan di Indonesia. Direktur Utama PT Pelindo II (Persero), Elvyn G Masassya, mengatakan ada banyak faktor yang menentukan dwell time bisa menjadi lebih efektif.
Selain itu, berkurangnya dwell time menjadi salah satu faktor turunnya biaya logistik yang akan berdampak pada harga barang. Dengan semakin bertambahnya kapasitas Tanjung Priok, bagaimana strategi Pelindo mengatasi masalah dwell time?
Berikut petikan wawancara detikFinance dengan Elvyn di kantornya, Jalan Pasoso nomor I, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (31/8/2016).
Dwell time di Priok saat ini berapa lama?
Total sekarang, rata-rata di Priok dwell time mencapai 3,1-3,2 hari.
Berapa angka dwell time yang wajar untuk pelabuhan besar seperti Tanjung Priok?
Saya kira yang wajar itu memang 2-2,5 hari. Dan seperti yang saya utarakan, dwell time hanya salah satu elemen dalam penurunan biaya logistik. Kalaupun dwell time sudah diperbaiki, maka aspek interland-nya juga harus diperbaiki. Transportasi harus diperbaiki. Dia terintegrasi. Karena bisnis di pelabuhan, karakteristiknya atau konsepnya adalah value chain atau supply chain. Ada rantai yang berisi titik-titik tertentu dalam proses distribusi barang tadi. Dan semua titik ini harus diperbaiki.
Apa strategi yang dilakukan Pelindo untuk memangkas dwell time?
Tentu kita berupaya agar dwell time ini bisa lebih cepat. Ada tanggung jawab masing-masing, baik dari pengelola arus barang dan arus dokumen. Pelabuhan bertanggung jawab dengan pengelolaan arus barang. Bagaimana pengelolaan arus barang bisa cepat, tentu kapal-kapal bisa cepat merapat, cepat bongkar muatnya, sehingga lebih cepat keluar. (Baca juga: Diklat Ekspor-Impor)
Dalam konteks itu kami sudah membangun yang namanya Inaportnet. Ini suatu sistem informasi, sehingga ketika kapal mau masuk, kita sudah tahu kapal itu kapan akan masuk, bawa barang apa saja, berapa jumlahnya, dan nanti akan merapat di terminal yang mana. Ini adalah salah satu pembenahan yang kita lakukan, membangun sistem informasi untuk keluar masuk kapal secara lebih mudah sehingga dia lebih cepat merapat.
Kemudian setelah kapal merapat, dia harus ada proses bongkar muat. Proses bongkar muat ini harus dilakukan dengan peralatan-peralatan yang sesuai. Kalau kapalnya besar, peralatannya harus besar. Sehingga kemudian dalam konsep kita, perhitungan kecepatan bongkar muat ini sudah kita buat standar. Misalnya satu jam bongkar muat, harus mampu menurunkan atau menaikkan 30 kontainer. Setelah itu kemudian dibawa ke penumpukan, lalu diperiksa. Pemeriksaan ini oleh instansi terkait. Setelah diperiksa dibawa keluar. (Baca juga: Diklat Ahli Kepabeanan)
Bagaimana proses percepatan ini, kami juga segera melakukan review untuk percepatannya. Kami mengusulkan untuk membuat satu tempat yang kita sebut dengan pelayanan terpadu. Jadi 18 kementerian terkait akan ada dalam satu tempat dan secara bersama-sama melakukan pemeriksaan, sehingga proses pemeriksaan lebih cepat. Tentu arus barangnya juga bisa lebih cepat.
Di luar pemeriksaan terpadu ini, kita juga sedang berencana dan sekarang sedang pada tahap koordinasi, percepatan dalam menyiapkan National Single Window (NSW). NSW ini artinya secara sistem. Sehingga dokumen-dokumen itu dari satu pelaku bisa langsung diterima oleh seluruh pihak terkait dan pemeriksaannya tidak lagi secara sequencial tetapi sekaligus. Dengan proses pelayanan satu atap dengan NSW, maka diharapkan nanti paling tidak semuanya selesai satu hari. Maka harapannya kemudian, proses dwell time bisa mencapai at least 2-2,5 hari.
Apakah bisa terjadi penghematan biaya logistik?
Saat ini berdasarkan studi, dari total biaya logistik, 45% nya ada di darat. Ketika barang itu masuk ke pelabuhan dan sampai kepada tujuan, 45%-nya didarat.
Nah bagaimana kita sama-sama menurunkan, tentu di area pelabuhan pun harus dilakukan upaya penurunan biaya logistik. Kemudian di darat pun harus dilakukan upaya penurunan biaya logistik. Langkah-langkah yang kita lakukan tentu tidak boleh sporadis, atau parsial. Dia harus komprehensif dan sistematis.
Dalam konteks pelabuhan sendiri, kami berencana untuk membangun Central Freight Station (CFS). Jadi barang-barang itu akan dikumpulkan dalam satu tempat, nanti kemudian diperiksa di situ. Kemudian proses zonasinya sendiri, sehingga kemudian tahu kapalnya merapat di mana, bawa barang apa. Kemudian peningkatan produktivitas bongkar muatnya sendiri. Yang tadi saya sebut satu jam bisa 30 kontainer.
Di luar itu juga bagaimana kapal itu supaya jangan merapat terlalu lama. Proses bongkar muatnya cepat, dia bawa barang lalu bisa keluar. Nah ini kan menurunkan biaya logistik juga, ongkosnya menjadi lebih murah. Tentu di luar itu ada proses yang harus kita perbaiki, yang selama ini mungkin masih menimbulkan high cost economy. Itu kita turunkan. Seperti berapa lama barang dibawa dari pelabuhan ke kawasannya, berapa biayanya. Jadi semua ini adalah suatu sistem yang saling terkait yang konsepnya adalah port integrated.
Kapan hasilnya bisa dirasakan?
Saya nggak bisa memberikan jaminan, tapi kita mengupayakan ini. Karena proses ini kan melibatkan banyak sekali pihak. Tetapi sekarang kita sedang berkoordinasi secara intensif, membuat action plan, menyiapkan langkah-langkah yang kita sepakati bersama. Saya pribadi tentu berharap, 2017 (dwell time) sudah lebih baik dari sekarang.
Sumber: Detikfinance
Monday, September 5, 2016
Author: Unknown
Lembaga Pendidikan Bushindo (Bushindo Training Center) Menyelenggarakan Diklat Ahli Kepabeanan (PPJK) dengan Ujian Sertifikasi Ahli Kepabeanan (PPJK) dan Diklat Ekspor-Impor dengan Uji Kompetensi Ekspor-Impor Nasional
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete